Sepatu Lariku


Lari, Detoks Alami
December 24, 2008, 9:19 am
Filed under: Uncategorized | Tags: ,

Saya bukan ahli olah raga. Saya berlari hanya berpatokan pada kemampuan diri sendiri saja. Beberapa waktu yang lalu saya memang pernah membaca sedikit buku-buku tentang lari yang dipinjamkan seorang teman pelari. Ada sedikit perbaikan dalam beberapa hal, misalnya kapan harus makan, sepatu apa yang baik untuk berlari dan sebagainya, tetapi untuk kegiatan larinya sendiri secara fundamental tetap sama. Saya sementara ini sudah mencapai 10 kilometer setiap minggu (tiap hari minggu saja saya lari dengan jarak 10 km, tanpa berhenti) dan waktu yang tercatat sekarang rata-rata adalah 1 jam 4 menit 20 detik. Rekor dunia untuk lari 10 km mungkin sekiar 25 – 26 menit (gila!!!).

Untuk meningkatkan kesehatan, lari adalah aktifitas yang semua orang bisa melakukannya.Tidak harus menunggu teman, tidak harus antri lapangan, tidak harus mempunyai alat-alat, berlari bisa dilakukan, oleh siapapun, di setiap tempat, di setiap waktu. Berlari secara teratur dan terukur dapat membantu menurunkan berat badan, mengatasi penuaan dini, memerangi berbagai penyakit, dan tentu saja membuat badan tetap fit.

Kebanyakan orang memulai berlari bertujuan untuk mengatasi kegemukan. Tidak peduli apakah dia termasuk obesitas, atau hanya ingin menurunkan berat badannya beberapa kilogram saja atau bahkan yang hanya ingin berat badannya tetap, hampir 60 % pelari memulai berlari untuk mengatur berat badannya. Berlari adalah salah satu aktifitas yang bagus untuk membaka lemak. Pada dasarnya, berlari lebih banyak membakar kalori per menitnya daripada olahraga yang lain (cardiovascular exercise).

Berlari secara teratur dan terukur juga telah terbukti membantu mengatasi proses penuaan dini. Mencegah mengecilnya otot dan tulang yang biasa terjadi dengan bertambahnya usia. Tulang kita di ciptakan untuk mengakomodasi kegiatan kita. Dengan duduk saja di depan komputer sepanjang hari akan mengakibatkan tulanng kita tumbuh dengan lambat, tetapi dengan berlari secara teratur dan terukur rangka kita akan menyesuaikan diri dengan kegiatan berlari tersebut, yaitu tetap kokoh, tidak keropos. Sebagai tambahan, berlari terbukti menumbuhkan lebih banyak hormon pertumbuhan, terutama dalam sel, sehingga para pelari akan kelihatan lebih muda.

Yang mengagumkan lari secara teratur dan terukur juga membantu memerangi berbagai penyakit. Berlari mengurangi resiko terkena stroke dan kanker payudara. Berlari secara teratur dan terukur menjadi treatmen pilihan bagi beberapa dokter sebagai pengobatan dari pasien yang beresiko tinggi terkena osteoporosis, diabetes dan hipertensi. Berlari akan mengurangi resiko serangan jantung, dengan membuat jantung lebih kuat dan tekanan darah yang lebih rendah. Elastisitas arteri juga lebih baik tiga kali dari orang biasa yang tidak berlari secara teratur dan terukur.

Berlari juga membantu menjaga dan memperbaiki kesehatan secara umum. Menaikkan ‘kolesterol baik’ (HDL), mengurangi resiko penggumpalan darah, dan meningkatkan kapasitas paru-paru sampai 50 % yang biasanya tidak tergunakan. Berlari secara teratur dan terukur juga meningkatkan sistem immun atau sistem kekebalan tubuh dengan terbentuknya konsentrasi limfosit (sel darah putih) yang lebih tinggi.

Jadi sebetulnya banyak sekali manfaat yang didapat dari olehraga ini, berlari secara teratur dan terukur. Secara psikologis berlari juga memberikan banyak manfaat, disamping manfaat-manfaat secara kesehatan tadi, seperti lebih percaya diri, membangun karakter diri, mengurangi stress, dan meningkatkan attitude. Rasa percaya diri lebih banyak disebabkan para pelari yang dapat menurunkan berat badannya dan badannya kelihatan lebih bagus dengan berlari.

Menghilangkan stress adalah manfat yang besar juga dari berlari secara teratur dan terukur. Dengan berlari masalah yang ada di dalam pikiran sementara tidak akan mengganggu. Berlari jarak jauh merupakan jalan terbaik untuk mengurangi stress ini. Bayangkan dengan berlari sejauh 10 kilometer misalnya, membuat pikiran akan jadi bersih, berlari dengan cepat bisa menjadi pelampiasan kemarahan, kekesalan dan segala keruwetan. Selain menghilangkan stress, berlari juga terbukti meningkatkan attitude. Berlari, terutama outdoor secara alamiah tubuh akan melepaskan endorfin yang menyebabkan rasa senang seseorang. Berlari juga telah digunakan bertahun-tahun untuk mengobati depresi dan kecanduan. Setelah berlari, pasien akan berkurang ketegangannya, depresi berkurang, rasa lelah juga berkurang, juga tidak merasa begitu bingung.

Jadi kenapa harus berpikir lagi. Ambil sepatu, kalau belum punya, beli yang baru, berapa sih harga sepatu dibanding dengan harga kesehatanmu. Tinggalkan malasmu, mari kelapangan dan berpacu……



Sustainable Development
December 18, 2008, 8:00 am
Filed under: Uncategorized | Tags: ,

Memahami buku-buku ekonomi sulitnya setengah mati. Lebih banyaknya asumsi membuatnya semakin absurd dan tidak pasti. Memang ada beberapa yang terstruktur dan agak matematis, tetapi tetap saja ujung-ujungnya menjadi rumit dan berbau2 filosofis (huek..huek. .huek…)

Seperti tulisan Herman Daly, seorang ekonom sekaligus seorang ekolog, yang menulis tentang pembangunan berkelanjutan (Beyond Growth, 1996): ‘Sustainable development will require a change of heart, a renewal of the mind and a healthy dose of repentance. These are all religious terms, and that is no coincidence because a change in the fundamental principles we live by is a change so deep that it is essentially religious whether we call it that or not’. Yang saya terjemahkan dengan ngawur “Pembangunan berkelanjutan akan membutuhkan perubahan nurani, pembaruan pandangan dan tobat dalam dosis yang sehat. Semua ini adalah istilah-istilah keagamaan dan hal itu bukan kebetulan karena suatu perubahan dalam prinsip-prinsip fundamental yang kita anut adalah perubahan yang sangat dalam sehingga hal itu sebenarnya adalah bersifat keagamaan baik kita menyebutnya demikian atau tidak”…………… agak2 milsafat kan?.

Banyak yang berpikir bahwa memelihara lingkungan hanyalah menjaga air, tanah, dan udara supaya tidak kotor. Memelihara lingkungan memiliki pengertian yang lebih luas dari itu, karena di dalamnya terdapat prinsip keadilan untuk alam dan masyarakat, tidak hanya untuk waktu sekarang tetapi juga untuk waktu yang akan datang. Dalam pengertian, seyogyanya kita mewariskan keadaan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Kita perlu mewariskan lingkungan yang bersih, damai, sumberdaya alam yang berkelanjutan, serta mempersiapkan generasi mendatang yang lebih baik. Lingkungan (secara fisik) disebut bersih apabila pengotoran (polusi) baik ke darat, laut dan udara tidak melebihi ambang batas yang di-tentukan para ahli atau peraturan lingkungan. Sedangkan lingkungan (secara fisik) disebut lestari apabila keindahan dan sumber daya alamnya dapat dipertahankan secara berkelanjutan. Lingkungan (secara sosial) yang damai dan adil adalah apabila setiap usaha yang dilakukan tidak merugikan orang lain atau kerugian orang tersebut dikompensasi. Setiap kegiatan dalam penanganannya harus sudah memasukkan biaya lingkungan (eksternalitas) baik secara fisik maupun sosial.
Lingkungan yang bersih dan lestari dapat diadakan dengan peraturan atau insentif ( Apresiasi, Award, Hadiah, Tax holiday )bagi yang memelihara dan disinsentif (Peringatan, denda, Hukuman) atau hukuman bagi yang mengotori atau merusak. Pemakaian sumber daya alam atau teknologi yang bersih lingkungan atau program konservasi (penghematan pemakaian) yang juga berarti menghemat polusi perlu disubsidi. Walaupun demikian yang paling efektif memelihara kebersihan lingkungan adalah kesadaran. Kesadaran ini tidak selalu ada hubungannya dengan pendidikan atau peradaban. Banyak dijumpai seseorang membuang sampah begitu saja dan itu dilakukan dari dalam mobil mewah, yang notabene mestinya lebih berpendidikan, lebih civilized.

Kalau menurut Daly definisi pembangunan berkelanjutan adalah “(D)evelopment without growth beyond environmental carrying capacity, where development means qualitative improvement and growth means quantitative increase.”  Karena ekonomi hanyalah bagian kecil saja dari seluruh lingkungan yang besar.

Kita kembali lagi ke masalah dasar. Pembangunan pada intinya adalah mengolah, menggunakan, mengeksploitasi, memakai sumber daya alam yang ada, menjadi sesuatu yang baru yang lebih bermanfaat untuk kesejahteraan masyarakat. Pembangunan itu bisa berkelanjutan, bisa juga tidak. Pertanyaannya. Bisakan kita mengeksploitasi sumber daya alam tanpa menimbulkan dampak? Untuk menjadi ‘sustainable’ secara mutlak, jelas tidak mungkin. Misalnya, bagaimana kita mengembalikan hutan sehabis diambil batu baranya? Mungkin bisa dalam waktu 100 tahun, tetapi apakah kondisinya akan sama persis? Kalau menurut Kitab Suci, bumi itu juga makhluk (creature), bukan benda (thing), yang punya sistemnya sendiri, yang bisa sakit, dan yang bisa mati. Nah kalau bumi mati, otomatis apa yang ada di dalamnya ikut mati, ikut hancur. Kiamat.
Sustainable development sebetulnya hanya berusaha memperpanjang umur bumi. Pembangunan berkelanjutan adalah sebuah usaha manusia untuk bisa bertahan agak lebih lama di bumi. Jadi bisa benar kata pak Didik, bahwa pembanguna berkelanjutan membutuhkan usaha bersama seluruh dunia. Negara2 eropa pada teriak2 bahwa kita mengeksploitasi hutan sembarangan, tetapi mereka seolah tutup mata, perusahaan siapa yang ada di hutan Indonesia. Mereka juga tanpa malu2 memakai hasil hutan kita. Paradox.

Thomas L, Friedman dalam Hot, Flat and Crowded (2008), menuturkan bahwa pemanasan global, cepatnya pertumbuhan penduduk, dan meluasnya masyarakat klas menengah dunia melalui globalisasi membuat planet ini menjadi panas, datar, dan penuh sesak, dan itu semua dapat mengakibatkan planet kita menjadi tak stabil dan berbahaya. Terutama masalah mengenai pasokan energi yang makin berkurang, musnahnya tanaman dan hewan, kelangkaan energi, makin kuatnya kekuasaan diktator petro-dolar, dan meningkatnya pemanasan global. Kita mengaitkan kecenderungan global ini yang akan menentukan kualitas hidup planet kita di abad 21. Beberapa tahun lagi akan menjadi terlambat untuk mengatasinya, tanpa keterlibatan seluruh dunia untuk tak menjadi boros, menggantikan energi yang tak efesien dengan strategi energi bersih, energi yang efesien, dan konservasi yang disebut “Code Green”. Menurut Friedman ini adalah tantangan besar, namun juga merupakan peluang yang besar yang tak
boleh kita lewatkan. Dia berargumen bahwa hal ini tak akan terjadi tanpa komitmen dan kepemimpinan negara2 dunia..

Sekarang kembali ke masalah Kemiskinan. Kita harus sepakat dulu apa definisi dari kemiskinan. Standar apa yang harus dipakai untuk menentukan miskin dan tidak miskin. Kalau menurut PBB, orang yang hidup dengan penghasilan di bawah 2 dolar perhari tergolong miskin. Kalau menurut BPS (2007) yang termasuk kategori itu sekitar 40 sekian persen. Berarti memang cukup banyak, yang berarti juga benar kalau jadi masalah. Yang kedua, yang penting justru apa sebetulnya akar dari kemiskinan ini. Adakah hubungan antara kemiskinan dengan keserakahan seperti yang disampaikan oleh pak Didik? Mungkin sekali. Karena keserakahan akan menimbulkan ketidakadilan, ketidakadilan tidak akan menghasilkan pemerataan, jadi akan ada yang kaya sekali dan akan ada yang miskin sekali. Jadi bagaimana menghalangi seseorang untuk tidak serakah? Dengan khutbah, ceramah moral? Dengan regulasi? Apa harus ada undang-undang anti keserakahan? Saya pikir semua bisa
dilakukan.

Ada teman yang menggarisbawahi mengenai ‘law enforcement’, dan saya cocok. Dimanapun penegakan hukum menjadi prioritas.Tanpa kepastian hukum, perilaku orang akan menjadi semakin tak terkendali, menjadi semakin primitif (kata Pak Didik, apa ada hubungannya dengan evolusinya Darwin?…). Seperti yang pernah saya tulis harus ada INSENTIF (apresiasi, award, hadiah, tax holiday) bagi yang menguntungkan sistem (ikut melestarikan alam, misalnya) dan DISINSENTIF (peringatan, denda, hukuman) bagi yang merugikan sistem (dalam al ini yang merusak lingkungan). Untuk kondisi Indonesia memang agak berat. Semua bisa diatur. Jangankan legalitas dokumen AMDAL, undang-undang saja bisa diatur, bisa dibeli, tetapi tetap bisa. Kita bisa menegakkan hukum, asal semua ikut bergabung dalam “civil society” Indonesia. Semuanya bisa terjadi dengan pendidikan. Banyak yang sudah menyelenggarakan pendidikan berbasis lingkungan, yang mengarahkan anak untuk lebih tahu mengenai lingkungan,
tetapi sering hanya bersifat lokal dan semi-permanen. Mestinya ada gerakan nasional mengenai hal yag satu ini.

Sistem. Sistem yang baik tanpa pengelolaan (manajeman) yang baik, akan sama saja. Pengelolaan sistem yang baik akan ditentukan terutama oleh faktor kepemimpinan (leadership) . Nah, sekarang pemimpin itu dilahirkan atau diciptakan?



One Child Policy
December 1, 2008, 2:35 pm
Filed under: Uncategorized | Tags: ,

Ada yang pernah baca tulisannya Thomas Malthus, An Essay on the Principle of Population? Kalau belum, saya punya filenya, gak gede2 amat cuma sekitar 1 mega-an.
Thomas Robert Malthus (1766-1834) terkenal karena doktrin populasinya, (Malthusian) . Dalam bukunya tersebut kalau saya gak salah tangkap, membahas tentang pengendalian preventif untuk pertambahan penduduk. Menurut Malthus lahan adalah terbatas sehingga peningkatan produktivitasnya sesuai dengan deret hitung sementara jumlah penduduk meningkat sesuai dengan deret ukur. Hal ini merupakan teori yang menakutkan, walaupun demikian peringatan Malthus seyogyanya membuat kita menyadari keterbatasan bumi. Studi yang menakutkan juga pernah dilakukan the Club of Rome yang berjudul the Limits to Growth yang meramalkan dunia akan mengalami malapetaka dalam satu abad, bila tidak dilakukan hal-hal tertentu untuk mencegahnya. Ternyata terobosan teknologi dan otak manusia telah menunda malapetaka tersebut.
Apakah tulisan Malthus ini sekarang jadi relevan? Berapa populasi Indonesia sekarang? mungkin bisa di jawab dengan perkiraan 250 juta, dan akan terus bertambah, tetapi mau sampai berapa?, berapa sebetulnya daya tampung Indonesia?
Saya bukan seorang ‘malthusian’ , yang melihat perkembangan jumlah manusia dengan pesimistik, tetapi dengan melihat perkembangan yang ada sekarang di Indonesia, kayaknya tulisan Malthus layak dipertimbangkan.
Keluarga Berencana yang sukses pada jaman Pak Harto, sekarang tidak tentu kelanjutannya, bahkan mungkin sudah tidak ada lagi. Yang terjadi kemiskinan malah semakin bertambah, dan itu logis karena kue yang dulu dimakan sedikit orang kini diperebutkan lebih banyak orang. trus bagaimana? Mestinya ada kebijakan ‘one child policy’, seperti yang dilakukan China, atau paling tidak Keluarga Berencana dihidupkan kembali. Mempunyai satu anak, berarti memberi kesempatan kepada keluarga lain untuk ikut menikmati kue, idenya mulia kan?

Mestinya diberikan insentif dengan memberikan beasiswa untuk keluarga yang mampu mempunyai anak satu saja, atau model insentif yang lain. Bagaimana?

salam